melintasi selat sunda
Kemudian sekitar jam 8 malam kami memulai perjalanan kembali ke Jakarta.
Efek dari perkenalanku dengan Vespa kemarin sore ternyata masih cukup
mengganggu. Jadi, saat itu kuurungkan niat untuk mencoba mengendarainya
lagi. Akhirnya temanku yang mengendarinya sampai dengan pelabuhan
Bakauheni.
Karena usia motor sudah tua, kami bergerak
perlahan-lahan. Beberapa kali jalur perjalanan kami diserobot oleh bis
atau truk besar dari arah yang berlawanan sehingga kami harus menyingkir
ke bahu jalan. Hal itu sangat menyebalkan dan akhirnya aku mengambil
beberapa buah batu dari jalan untuk melempari kaca depan kendaraan besar
kurang ajar yang nanti mencoba-coba lagi memotong jalan kami. Untungnya
sampai dengan pelabuhan Bakauheni tidak ada lagi kendaraan besar yang
kurang ajar.
Sepanjang perjalanan, kami juga mencari truk kosong
yang sekiranya mau mengangkut Vespa sampai Jakarta. Namun sampai tiba
di pelabuhan tidak satupun truk yang dapat kami minta untuk membawa
Vespa ke Jakarta. Kami coba mencari di dermaga 1, juga tidak membuahkan
hasil. Ada orang yang menyarankan kami ke dermaga 3 untuk mencari truk
trailer yang biasa untuk mengirim motor-motor yang sudah dirakit ke
dealer. Saran yang masuk akal juga. Sampai di dermaga 3 ternyata memang
banyak truk trailer motor kosong yang mau
nyebrang
ke Jawa. Temanku kembali membantu mencarikan sekalian negosiasi
harganya. Ternyata kebanyakan dari mereka punya jadwal ketat sehingga
tidak mau mengambil resiko dan juga tujuan akhir mereka juga tidak cocok
dengan rute kami yang akan menuju ke arah Jakarta Selatan. Ada pula
yang meminta bayaran terlalu tinggi (menurut kami tentunya).
Namun
memang ternyata Tuhan sudah mempunyai rencana. Di antara sekian banyak
truk yang ada di pelabuhan ada 1 sopir truk yang memasang harga tidak
terlalu tinggi, namun posisinya ada di antrian ke 5. Ya sudah, kami
akhirnya sepakat untuk mengambil tawaran 200.000 yang dia tawarkan. Kami
berikan Rp.100.000 dulu untuk DP. Kebetulan sopir truk itu sendirian
sehingga mungkin (perkiraan kami) kami bisa menjadi teman perjalanannya
menuju tujuan akhirnya di daerah Ciledug. Setelah harga disepakati kami
naikkan Vespa ke atas truk. Saat itu waktu menjelang pukul 22.30.
Sambil
menunggu giliran antrian masuk ke kapal aku mengamati keadaan sekitar,
seperti yang biasa aku lakukan di daerah yang baru aku datangi. Sempat
aku hitung jumlah kendaraan besar (bis dan truk) yang dimuat ke kapal,
untuk membaca polanya sehingga aku bisa memperkirakan waktu perjalanan
yang masih harus ditempuh. Wah, ternyata polanya sangat tidak teratur,
bingung aku jadinya. Dari obrolan yang kudengar antar sesama sopir truk,
ternyata supaya bisa lebih cepat masuk ke kapal memang diperlukan
sedikit pelicin supaya antrian bisa lancar. Paling tidak uang 50.000
harus dikeluarkan oleh para sopir supaya truk mereka diprioritaskan
petugas untuk bisa masuk ke kapal lebih dahulu. Tak terbayangkan berapa
banyak uang yang diterima para petugas itu dalam sehari.
Singkat
cerita menjelang pukul 03.00 dinihari kami sudah berada di antrian
pertama dan kebetulan ada kapal fery yang baru saja sandar. Temanku yang
sempat tidur menjadi terbangun karena suara bising klakson truk yang
berusaha menarik perhatian petugas supaya bisa segera masuk ke kapal.
Melihat gelagat yang tidak fair itu temanku bergegas turun dan menemui
petugas yang mengatur kendaraan yang akan dinaikkan ke kapal. Entah apa
yang dikatakannya, namun setelah itu truk yang kami naiki diperintahkan
untuk maju.
Perjalanan menyeberangi selat sunda memakan waktu
sekitar 2 jam. Menjelang pukul 6 pagi, truk yang kami tumpangi sudah
meninggalkan pelabuhan Merak dan bergerak menuju Jakarta. Seperti sudah
menjadi rutinitas, kemacetan di hari Senin mulai terasa menjelang masuk
Jakarta.
Setelah melewati tol Jakarta Merak dan tol dalam kota,
kami kemudian keluar di daerah Puri Indah. Tidak terlalu jauh dari
gerbang tol, truk menepi. Ternyata hanya sampai di situlah truk tersebut
dapat mengantarkan kami. Kami turunkan Vespa dan kemudian coba
menyalakannya. Setelah Vespa bisa menyala dengan stabil barulah saya
memberikan sisa pembayaran yang sudah kami janjikan.
Selanjutnya kami meneruskan perjalanan menuju kantor kami di wilayah Cipete Jakarta Selatan.
Tidak
mudah melewati kemacetan Jakarta di hari Senin. Apalagi ditambah
kondisi motor yang kami naiki sudah cukup tua. Perlu setidaknya 1,5 jam
untuk sampai di daerah Cipete. Dan pada akhirnya pukul 09.00 kami sampai
di kantor.
Setelah numpang mandi di kantor dan sarapan pagi, aku langsung kerja.
Ga ketahan deh ngantuknya sampai sore, jadi setelah jam kantor langsung ke rest room buat
rebahan
sebentar. Mengingat jalanan di Jakarta yang selalu macet di saat sore
menjelang malam kuputuskan untuk pulang agak malam. Selain itu juga
karena aku sebelumnya sama sekali tidak pernah mengendari Vespa terlalu
jauh juga agak takut
gitu deh kalo mogok di jalan..hehe.
Sekitar jam 9 malam aku bergerak dengan perkirakan jam
segitu
jalanan sudah tidak macet lagi. Eh ternyata yang aku takutkan terjadi
juga. Tidak jauh dari kantor motor tiba-tiba mati tanpa ada peringatan.
Trus sewaktu sudah dekat rumah juga mati. Kalau yang kuperkirakan, hal
itu terjadi karena aku tidak terbiasa menggunakan motor yang ada
koplingnya jadi belum hafal "bukaan kopling". Apalagi kopling dan
pemindah giginya ada di tangan kayak Vespa.
Dan akhirnya sekitar
jam 10.30 malam Vespa itu tiba kembali di rumah setelah sekian lama
berkelana... Tak bisa aku gambarkan raut wajah bapak melihat motor yang
dulu beliau gunakan sehari-hari untuk bekerja bisa kembali lagi ke rumah
setelah sekian lama.
Itulah kesan pertamaku berkenalan dengan
kendaraan unik dari Italia yang bernama Vespa. Sedikit menjengkelkan
memang, tapi aku merasa ada sesuatu yang menyenangkan bila sedang
mengendarainya.